Aku lebih suka menyebutnya “Unfair Advantage”

· 5 min reads · Self-explorations, Perception, Personal Boundaries

unfair advantage image

Aku adalah seorang mahasiswa yang sekarang duduk di semester 6. Fakta itu juga berarti sekarang aku harus magang selama kurang lebih 6 bulan demi 20 SKS di semester ini. Tentunya hal itu berkaitan dengan aturan di kampusku, yang mana mahasiswa di semester 6 dan 7 diharuskan magang, tak peduli magang pribadi maupun MSIB. Inti dari magang ini adalah, kami yang sudah ditempa selama kurang lebih 5 semester, bisa menerapkan ilmunya di lingkungan industri yang selanjutnya akan dikonversi menjadi SKS jika diakui oleh pihak kampus.

Bayangan kami dan tentunya aku sebagai mahasiswa, karena reputasi kampus yang terkenal baik di industri, aku akan mudah menemukan tempat magang yang mau menampungku dengan skill yang ala kadarnya dan bisa dibilang masih jauh dari requirement tech industries sekarang.

Namun fakta itu tak sepenuhnya benar, apalagi ada abeberapa industri yang mendapat reputasi kurang baik dari beberapa dosen. Hal itu yang membuat beberapa mahasiswa kesulitan mencari tempat magang hingga akhir tahun lalu (Sedikit informasi jika di kampusku, magang mandiri angkatanku dimulai di tanggal 15 Januari dan untuk MSIB kembali ke kebijakan perusahaan, beberapa tempatku melamar kemarin mayoritas dimulai di bulan Februari).

Akhirnya dengan sedikit pasrah, aku mencoba melamar di tempat yang jauh dari jurusanku sembari menunggu pengumuman MSIB, industri manufakturing. Aku mencoba melamar ditempat itu karena kebetulan ada proyek IoT yang sedang dikerjakan, dan kebetulan juga aku memiliki portofolio proyek IoT di kampus.

Awalnya aku tak ber-ekspektasi apapun saat melamar disini, bahkan aku tidak mengirim chat konfimasi jika aku melamar di perusahaan itu, memang aku berniat menjadikan perusahaan itu sebagai backup ketika lamaranku di MSIB tidak ada yang melirik. Namun tak berselang lama, aku langsung mendapatkan surat keterangan diterima magang, tanpa mengurus ita itu.

Itu sedikit cerita seputar pencarianku akan tempat magang dan juga alasan kenapa aku gak magang di software house atau sejenisnya.

Lalu, apa kaitannya dengan judul tulisan ini?

Awalnya aku heran kenapa aku tak diharuskan mengikuti rekutmen yang umum dilakukan, ataupun mengurus berkas yang mendengarnya pun aku sudah muak. Aku langsung menerima penerimaan ketika mereka selesai mengkonfirmasi bahwa sudah mengirim email lamaran dan juga CV ke kontak HRD yang tersedia. Hingga akhirnya aku tahu jika selain perusahaan sudah bermitra dengan kampus, ternyata ada faktor lain yang menyebabkan hal itu.

Banyaknya alumni yang bekerja di perusahaan dan juga kepuasan perusahaan terhadap para mahasiswa yang magang disitu adalah alasan yang sejauh ini aku tahu. Bahkan beberapa alumni juga menempati posisi penting di perusahaan. Aku yang dulu apatis akan kegiatan HIMA dan lain-lain, kini sadar bahwa relasi ternyata sepenting itu di dunia kerja, apalagi dengan alumni yang sudah berkarir di dunia industri.

Bisa dibilang aku diterima jalur “orang dalam”. Namun apakah itu adalah sebuah tindak kecurangan?

Akupun setuju jika kebanyakan orang meyakini jika ini adalah bagian dari kecurangan. Namun, aku akan mencoba untuk membahas ini dari sisi yang lain.

Manusia dilahirkan dengan tangan kosong, dia tak memiliki apapun di dunia ini. Ia hanya bisa menangis dan menangis. Namun lain hal dengan orang tua si bayi. Orang tua inilah yang nantinya akan memberi hak istimewa kepada si bayi.

Anak raja akan merasakan bagaimana menjadi seorang pangeran, anak seorang ilmuwan akan memiliki akses lebih ke ilmu pengetahuan, anak seorang pengusaha yang tak akan khawatir akan modal bisnisnya kelak. Itu adalah sedikit contoh dari bagaimana orangtua menurunkan keberuntungannya pada anaknya. Lalu bagaimana dengan kalangan yang kurang mampu

Kesuksesan tidak serta merta hanya diberikan kepada para pekerja keras. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang mengembangkan dan menggunakan Unfair Advantage mereka.

Yang dimaksud dengan Unfair Advantage disini bukanlah keuntungan yang didapatkan secara illegal atau tidak etis. Aku mencoba menggambarkan ini sebagai keunggulan kompetitif dimana hal itu bersifat unik, artinya hal itu hanya dimiliki oleh kita dan tidak dimiliki orang lain dan terkadang hal itu bukanlah sesuatu yang bisa “didapatkan” atau diusahakan.

Mari kita mulai dengan olahraga. Dalam bola basket, menjadi tinggi adalah keuntungan yang sederhana. Tidak peduli seberapa keras mereka bekerja, pemain bola basket bertubuh pendek memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menjadi seorang profesional. Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa pemain bola basket bertubuh pendek tidak pernah bisa menjadi seorang profesional; itu hanya menurunkan peluang mereka untuk menjadi profesional.

Begitu pula yang terjadi di dunia kerja. Meskipun pekerjaan kita tak selalu tentang olehraga fisik, namun aturan tersebut bisa juga berlaku. Jika kita memiliki beberapa keunikan pada diri kita seperti cerdas, berpendidikan, kaya, kemungkinan kita diterima ditempat kerja akan lebih tinggi. Untungnya hal itu tak sepenuhnya akan terjadi, dan keunikan diri kita bisa kita temukan dimanapun dengan cara apapun.

Apalagi sekarang kita di era Tech Winter dimana supply akan developer terus meningkat, namun tak diimbangi dengan lapangan kerja yang semakin berkurang. Lawan kita kali ini bukan hanya sesama fresh graduate, namun banyak juga senior yang “turun gunung” dan dengan sukarela banting harga.

Jadi, aku pikir memiliki kenalan disebuah perusahaan yang bisa membantu kita mendapatkan kerja adalah sebuah peluang tersendiri, meskipun awalnya aku agak meragukan cara ini, tapi aku melakukannya. Aku menganggap ini sebagai peluang dan aku merasa aku bisa mempertanggungjawabkan apa yang aku akan kerjakan.

Dalam perjalanan mencari kesempatan magang, fakta bahwa aku memanfaatkan “Unfair Advantage” adalah realitas yang tak bisa dihindari. Meskipun beberapa mungkin melihatnya sebagai kecurangan, aku melihatnya sebagai keunggulan kompetitif yang unik bagi setiap individu, yang terkadang tidak dapat diperoleh dengan usaha atau kerja keras semata. Aku belajar untuk menghargai dan menggunakan relasi serta hubungan yang dimiliki dengan alumni atau orang dalam suatu perusahaan dengan bijaksana, sambil tetap berpegang pada prinsip integritas dan tanggung jawab dalam setiap langkah yang saya ambil di dunia kerja yang semakin kompetitif ini.